Pages - Menu

Senin, 16 Desember 2013

JIL itu Apa, Dew? - Kajian Bahasa Lisan dan Tulisan


This post is written as response for someone who said that I am JIL (as a joke).
This post does not contains any material of SARA.


JIL, JIL setau yang gue tau pada saat ini adalah Jaringan Islam Liberal. Gue gak pernah mencoba memahami apa itu JIL sampai pada suatu ketika, tadi malam ada yang bilang gue JIL karena motong-motong pembicaraan orang dan mengambil kesimpulan dari hanya sebagian pembicaraannya. Yang gue tau tentang JIL hanya sebatas pada kebebasan mereka yang konon katanya tidak mempermasalahkan wanita menutup auratnya atau tidak.

Demi mengetahui apa itu JIL, gue melakukan riset aka searching di Google dengan penuh ketekunan sejak tadi malam. It is a bit surprising, karena banyak sekali cacian dan hujatan untuk JIL. Ada apa gerangan di balik JIL hingga begitu banyak negative response terhadap mereka? Let's find it out.

Fakta menyebutkan (yang saya baca, sekali lagi saya tekankan yang saya baca) bahwa JIL banyak melenceng dari AL QURAN dan HADIST. Karena memotong-motong Firman Alloh seenaknya demi keuntungan mereka tanpa melihat keseluruhan isi yang tertulis dalam Al Quran dan Al Hadist. Di antara kesalahan mereka adalah:
1. Mereka melihat bahwa Jilbab bukanlah hal yang wajib
2. Mereka memperbolehkan pernikahan beda agama
3. Cara mereka yang provokatif dalam menyampaikan Islam 
4. Selanjutnya please check Google :P


Oke, intinya JIL adalah Islam yang Liberal ya. Stop there.
Mari kita lihat akar masalah yang menjadikan saya JIL. Lalu apa masalahnya dengan memotong sebuah pembicaraan? Dan apa perbedaan memotong sebuah peryataan lisan dan tulisan? Mari kita lihat dari sisi Linguistic (karena saya tidak berkompeten dalam bidang lainnya)
Dalam sebuah study komparatif, harus ada kesamaan aspek yang ingin dibicarakan, kesamaan aspek di sini adalah saya doyan memotong pembicaraan orang, JIL doyan memotong ayat. Kita bedah lagi lebih dalam ya. Pembicaraan orang itu merupakan bentuk dari bahasa lisan sedangkan ayat adalah sebuah tulisan.
Bentuk bahasa tulisan dan lisan memberikan efek yang berbeda kepada orang yang kamu tuju. Bahasa lisan adalah berbicara menggunakan organ bicara dan diterima oleh organ dengar. Kamu bisa mengerti seseorang berbicara karena memiliki organ bicara yang penggunaannya kamu gunakan sejak lahir (bahasa ibu). Sedangkan bahasa tulisan, kamu tidak serta merta mengerti apa yang orang lain katakan. Ada keharusan untuk pengguna bahasa tulisan untuk mempelajari aksara, tanda baca dan lain-lainnya. Hal ini menjadikan bahasa lisan adalah bentuk utama dari komunikasi sedangkan bahasa lisan adalah bentuk kedua setelah komunikasi.
Dikatakan oleh Derrida, seorang filsuf dan ahli bahasa dari Perancis, bahwa tulisan dan lisan adalah sesuatu yang suplementing satu sama lain. Dalam artian penggunaan bahasa tulisan ataupun lisan bisa ditambahkan untuk penjelasan lebih dalam dengan penggunaan bahasa dalam bentuk satunya (lisan dijelaskan oleh tulisan dan sebaliknya). Akan tetapi, teori ini tidak berlaku untuk Firman Alloh dalam Quran. Karena semua yang terdapat di dalamnya adalah sebuah bentuk tulisan yang hanya bisa dijelaskan dalam bentuk tafsiran, bukan perkataan dari Penulisnya (please noted that we can't ask Alloh for explaining the verses, you have to interpret it yourself or take expert suggestions).
Sebuah tulisan memiliki makna yang kuat dan tidak dapat melenceng. Penggunaannya harus keseluruhan karena tertulis dan memiliki dasar hukum pasti. Meskipun Al Quran memiliki 'celah' dalam penafsirannya, akan tetapi ada kerigidan dalam penggunaan hukum di dalamnya. Sehingga hukum pemotongan ayat dalam Al Quran adalah DILARANG.

Lalu bagaimana dengan pemotongan yang saya lakukan pada perkataan lawan bicara? Pertama harus saya jelaskan bahwa pembicaraan yang saya potong sifatnya adalah informal. Dan bukan sesuatu yang rigid. Penggunaan bahasa dalam bentuk lisan selalu berlangsung dengan cepat sehingga akan mendatangkan sebuah respon cepat baik dalam bentuk act maupun penerimaan. As quoted from Derrida, "Speech is connected more closely to the immediate thoughts of the communicator than is writing." Pemahaman sebuah bahasa lisan dapat didapatkan dalam penggunaan bahasa, pemilihan kata dan tone percakapan. Oleh karena cepatnya respon yang akan didapat dari sebuah pembicaraan, dalam kondisi apapun seseorang diharuskan untuk selalu tenang dan berpikir lebih dalam untuk sebuah pembicaraan karena seluruh efek yang timbul pada pendengar, termasuk pemotongan pembicaraan, adalah tanggung jawab pembicara. Hal inilah yang menjadikan orang-orang bijak selalu memberikan saran agar "Berpikir sebelum berbicara", pernah dengar?

Jika suatu hari timbul makna yang banyak dari sebuah pembicaraan, maka dapat dijelaskan secara lebih dalam dengan menggunakan sebuah tulisan. Seperti tulisan ini yang gunanya untuk menjelaskan penerimaan saya dalam memotong pembicaraan seseorang dalam sebuah percakapan.

Saya tidak mengetahui apa itu JIL dengan dalam, dan tidak berniat mendalaminya (tapi kalau ada yang mau menjelaskan secara lebih dalam lagi mengenai ini, silakan kirim email ke contact@msmahadewi.com). Yang saya tau JIL itu adalah suatu aliran Islam yang kebetulan tidak terlalu saya sukai. Ketika seseorang mengatakan kamu adalah seorang JIL, atau kamu seperti seorang JIL. Jujur saja, efek yang saya terima pada saat itu sama dengan ketika saya menjadi wanita baik-baik tapi dikatakan (seperti) pelacur. Maka, pemotongan pembicaraan karena respon emosi yang terjadi pada diri saya ketika hal itu terjadi. Saya benarkan. (oke ini egois)


Saya memiliki seorang teman yang merupakan penganut Jaringan Islam Liberal, buat saya tidak masalah mendapatkan teman yang memiliki perbedaan. Untuk kami, ini adalah urusan masing-masing. Saya tidak berniat mengganggu dia dengan kepercayaannya begitu pula sebaliknya. Akan tetapi, ketika orang yang memiliki pemahaman yang sama dengan saya dan dia mengatakan saya JIL darah rasanya naik ke ubun-ubun. Walaupun ini adalah sebuah joke. Whatever you say, joke yang mengatakan seseorang JIL atau kafir adalah hal yang kurang ajar. Mau sama atau tidak, yang berhak mengatakan seseorang, yang pada kenyataannya muslim, kafir atau tidak-takwa ataupun tidak hanyalah Tuhan, Alloh SWT.

Well, jangan terlalu diambil hati bagian JIL-JILannya. Silakan ambil kajian bahasanya yang semoga dapat menolong kalian dalam membedakan lisan dan tulisan dan membuat lebih berhati-hati dalam berbicara. It is just my two cents.


Oke gudbay, terima kasih sudah membaca.


Salam.


D

PS:
1. Saya muslim.
2. Saya tidak berniat mengubah kata sapaan saya dan gue di atas yang dalam kenyataannya redundant untuk menyatakan perbedaan emosi dalam tulisan ini.

2 komentar:

  1. baik dan buruknya sesuatu itu ... tiap orang bisa berbeda, karena manusia punya daya pikir yg berbeda. yg penting ialah kita harus perbaiki ibadah kita, jangan mencela orang lain dan lebih bisa koreksi diri

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bener banget gitu harusnya,
      Thanks for coming by mbak :)

      Hapus

Wanna say something?
The comment is yours