Semua orang mengantri untuk masuk. Perempuan dan Pria ditempatkan dalam beberapa antrian yang berbeda. Tempat ini dilengkapi gerbang berwarna-warni khas hati-hati yang bahagia, dengan para Cupid yang menjaganya memancarkan aura cinta yang bisa membuat siapapun jatuh cinta dengan sangat hebat pada siapapun yang mereka ingini, hanya pada yang mereka ingini.
Kemudian aku mengantri, mengambil posisi antrian berwarna hijau cemara. Dari jauh, dalam antrian biru langit, aku melihat mu bercakap-cakap dengan seorang lelaki, mataku tertuju padamu. Beberapa saat, aku memandang. Tak ku sangka, mata kita saling bertemu. Entah apa yang terjadi, pupil mata kita semakin membesar, kita tahu kita saling jatuh cinta. Dalam diam. Sayangnya kau meragu.
---
Menjelang petang, kita bertemu lagi. Seakan tak mau membuang waktu, aku bertemu denganmu dalam keadaan yang berbeda. Aku dalam pelukan seseorang, kau melihatku mengenggam tangannya, senyum simpul yang menghiasi wajah. Dan dengan papan nama kecil yang telah full tertulis, “Akunya Dia.”
Setelah membuang waktu dengan percuma karena ragu. Pada saat itu kau tersadar, kau telah terlambat. Menyatakan cinta dengan terlambat.
---
Besoknya, ketika hari gelap di Ruang Tunggu Jodoh Tuhan, kita bertemu di sebuah cafe kecil. Kau sadar aku sedang dalam kesepian. Aku menghampiri bartender memesan segelas mocktail, tanpa ragu kau kembali menyapaku.
Tanpa kata-kata terucap, tangan kita saling mengenggam, mata yang saling menatap, dan hati yang sama-sama bergejolak, gugup dan bahagia. Kita bersenda gurau, menjadi pelawak satu sama lain, saling mengundang tawa yang kita ingini. Saling memerhatikan hal-hal kecil satu sama lain. Saling mencumbu, saling dimabuk cinta. Dan saling menyadari, kita telah sama-sama jatuh cinta di saat yang terlambat. Seakan tak berkeberatan aku menjadikanmu yang kedua dan kamu merelakan diri menjadi yang kedua, sekali lagi, dalam diam. Sekali lagi, dalam diam.
Percakapan itu terhenti, kita melepas pandangan kita yang sedari tadi bersautan. Angin berhenti menyimak lalu kembali menemani senja pergi. Dengan rasa enggan, kau melepasku, kembali untuk bersama Dianya Aku.
---
Keesokan harinya, di hari terakhir, kita saling bertemu, saling bercakap-cakap, dan saling jatuh cinta. Saling mengingat kemarin, saling tak ingin melupakan, saling tak ingin kehilangan. Namun, saling sadar tak bisa memiliki.
Kita sadar, kita bahagia, lagi-lagi dalam diam kita bahagia, kebahagiaaan ini sudah pasti adalah kebahagiaan aku dan kamu. Bahagia dengan saling mencinta, saling memerhatikan, lagi-lagi dalam diam.
Dalam sadar, akupun tak mau kehilanganmu. Mungkin aku jahat, membiarkanmu memberikan cinta, sementara lelaki disampingku mencumbuku di depan matamu. Aku tak mau membiarkanmu sendiri, aku tak mau melepasmu, picik.
Tapi, sungguh, aku menunggumu mendapatkan orang yang tepat. Aku menunggumu, mendapatkan kebahagiaan yang tepat di saat-saat terakhir, menunggumu mendapatkan penggantiku. Dalam kalut yang hebat, hampir meneteskan air mata.
“Kau tak mau mengganti nama di papan nama kecil mu? Aku berikan satu kesempatan, tapi mungkin nama yang tercatat sebelumnya akan patah hati.” Seorang peri menyadarkan kita berdua, seseorang akan patah hati. Dan kita terdiam.
It is O.K to have unspoken love,
But, your greatest mistake comes after you doubt your love.
-Mahadewi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Wanna say something?
The comment is yours